Puisi : Rumput Merah
Rumput Merah
Bau basah rumput hijau tersiram air hujan
Kalahkan aroma pekat darah yang mengalir dari baju
tentara muda
Mereka kini ratusan sesudah menjadi ribuan
Awan gelap terus memayungi anak-anak adam yang
saling memegang senapan
Untuk apa mereka mati? Untuk apa mereka ada?
Kenapa harus menembak yang masih panjang umurnya?
Ada apa dengan si tua yang harusnya bertemu Sang Pencipta
esok pagi?
Mengapa mereka berada dibalik bumerang?
Mereka bilang “tenang” dibalik papan tulis strategi
perang
Mereka bilang akan menang dibalik takdir negaranya
harus dikenang
Lalu mengapa harus memegang senapan jika keadaannya
damai?
Mengapa harus menjadi pembohong untuk menjadi
pemimpin yang selalu disanjung?
Jadi kita ini hanya penonton konspirasi petua yang
lupa akan pengertian cinta
Yang memilih segala materi dan menjadi budak
hedonisme
Membeli kekuasaan dengan darah sang ayah dari anak
yang sendirian
Darah sang anak dari ibu yang selalu merindukan
mengapa mereka tak kunjung sadar?
Kini rumput tak lagi hijau
Kini merah menemani hijau yang selalu sendirian
Membaur dengan luka tembakan yang tak lekas
mengering
Tetapi
suatu saat akan membusuk seiring berjalannya kekuasaan
Comments
Post a Comment