Psikologi Mental: Hubungan Interpersonal dan Cinta dan Perkawinan
Psikologi Mental: Hubungan Interpersonal dan Cinta dan Perkawinan
Dosen pembimbing :
Wahidah Zahroh
Kelas : 2 PA 17
Kelompok : 3
Nama Anggota :
Adelina Ayu
Andyani 10514207
Anisa Nur
Arifah 11514289
Aulia Suryani 11514839
Devia Hira
Wardhani 12514840
Feby Rendra
Febriani 14514139
Heni Rahmawati 14514914
Irfan Ramiz
Putra Andika 15514446
Jeckwin
Giovally Latuhihin 15514613
Mutia Ramadayu 17514676
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS PSIKOLOGI
2016
1.
HUBUNGAN
INTERPERSONAL
A.
Pengertian
Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah
dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan,
tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita
berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship.
Dari segi psikologi komunikasi,
kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka
orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain
dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara
komunikan.
B.
Teori
Mengenai Hubungan Interpersonal
Ada beberapa teori yang menjelaskan
mengenai hubungan interpersonal, yaitu:
1. Model
Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan
interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang
lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan
Kelley, dua orang pemuka dari teori ini menyimpulkan model pertukaran sosial
sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah
bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan
sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi
ganjaran dan biaya”.
Ganjaran yang dimaksud adalah
setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan.Ganjaran
dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang
dipegangnya.Sedangkan yang dimaksud dengan biaya adalah akibat yang negatif
yang terjadi dalam suatu hubungan.Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik,
kecemasan, dankeruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat
menimbulkan efekefek tidak menyenangkan.
2. Model
Peranan
Model peranan menganggap hubungan
interpersonal sebagai panggung sandiwara.Disini setiap orang harus memerankan
peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat.Hubungan
interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertidak sesuai dengan
peranannya.
3. Model
Interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal
sebagai suatu sistem.Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif
dan medan. Semua system terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung
dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan.Selanjutnya, semua sistem mempunyai
kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium
dari system terganggu, segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan
interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi
dan pelaksanaan peranan.
4. Model
permainan (games people play model)
Model menggunakan pendekatan
analisis transaksional.Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan
individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam
permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
a. Kepribadian
orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima
dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
b. Kepribadian
orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional).
c. Kepribadian
anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang
mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
Pada interaksi individu menggunakan
salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan
salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit
dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri
menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
C.
Tahap
Hubungan Interpersonal
Adapun tahap-tahap untuk menjalin
hubungan interpersonal, yaitu:
1. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan
tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses
perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha
kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing
pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain.
bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri.
Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan,
tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi
pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
a. informasi
demografis
b. sikap
dan pendapat (tentang orang atau objek)
c. rencana
yang akan datang
d. kepribadian
e. perilaku
pada masa lalu
f. orang
lain
g. hobi
dan minat
2. Peneguhan
Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis,
tetapi selalu berubah.Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal,
diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan.
Ada empat faktor penting dalam memelihara
keseimbangan ini, yaitu:
a. Keakraba
b. Kontrol
c. respon
yang tepat
d. nada
emosional yang tepat
Keakraban merupakan pemenuhan
kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila
kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor
kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan
bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil
kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan,
dan siapakah yang dominan.Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin
berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah.
Faktor ketiga adalah ketepatan
respon. Dimana, respon A harus diikuti oleh respon yang sesuai dari B. Dalam percakapan
misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa,
permintaan keterangan dengan penjelasan. Respon ini bukan saja berkenaan dengan
pesanpesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal.Jika pembicaraan yang
serius dijawab dengan main-main, ungkapan wajah yang bersungguh-sungguh diterima
dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, maka hubungan
interpersonal mengalami keretakan.Ini berarti kita sudah memberikan respon yang
tidak tepat.
Faktor terakhir yang dapat memelihara
hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi
sedang berlangsung.Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang
dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil.
Besar kemungkinan salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana
emosi.
D.
Hubungan
peran
1. Model
Peran
Menganggap hubungan interpersonal
sebagai panggung sandiwara.Disini setiap orang harus memerankan peranannya
sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat.Hubungan interpersonal
berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan peranannya.
2. Konflik
Konflik Interpersonal adalah
pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan
atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang yang berbeda status,
jabatan, bidang kerja dan lain-lain.Konflik interpersonal ini merupakan suatu
dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.
Karena konflik semacam ini akan
melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa
tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3. Adequacy
Peran dan Autentisitas Dalam Hubungan Peran
Kecukupan perilaku yang diharapkan
pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal
maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan
harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam
suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau
harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.
E.
Intimasi
dan Hubungan Pribadi
Sebagai konsekuensi adanya daya
tarik menyebabkan interaksi sosial antar individu menjadi spesifik atau
terjalin hubungan intim.Orang-orang tertentu menjadi istimewa buat kita,
sedangkan orang lain tidak. Orang-orang tertentu menjadi sangat dekat dengan
kita, dibandingkan orang lain. Adapun bentik intim terdiri dari persaudaraan,
persahabatan, dan percintaan. Lebih jauh mengenai bentuk-bentuk hubungan intim
tersebut daoat dijelaskan pada bagian berikut :
a. Persaudaraan
Hubungan intik ini didasarkan pada hubungan darah.Hunungan
intim interpersonal dalam persaudaraan terdapat hubungan inti ssperti dalam
keluarga kecil.Pada persaudaraan itu didlamnya terkandung proximitas dan
keakraban.
b. Persahabatan
Persahabatan biasanya terjadi pada dua individu yang
didasarkan pada banyak persamaan. Utamanya persamaan usia. Hubungan dalam
persahabatan tidak hanya sekedar teman, lebih dari itu diantara mereka terjalin
interaksi yang sangat tinggi sehingga mempunyai kedekatan psikologis. Indikasi
atau tanda-tanda bila dalam hubungan interpersonal terjadi persahabatanyaitu :sering
bertemu, merasa bebas membuka diri, bebasmenyatakan emosi, dan saling
tergantung diantara mereka.
c. Percintaan
Persabatan antar pria dan wanita bisa berubah mejadi
cinta, jika dua individu itu merasa sebagai pasangan yang potensial seksual.
Dalam suatu persahabatan, dapat melahirkan satu proses yang namanya jatuh
cinta. Hal ini terjadi karena ada dua perbedaan mendasar antara persahabatan
dan cinta.
F.
Intimasi
dan Pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran,
untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak
akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa
kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri
sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita.
Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan
demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah
menjadi intim.Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh
pasangan kita.Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi
kita ketika kita berbeban.Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada
didalamnya.Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka
terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
a. kita
tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
b. kita
tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
c. kita
tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang
rahasia.
d. kita
dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
e. kita
memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus.
2.
CINTA
DAN PERKAWINAN
A.
Memilih
pasangan
1. Sejenis
Pastikan bahwa pasangan anda adalah
lawan jenis anda (wanita dengan laki-laki). Jangan sampai pada saat anda
menikahinya,ternyata yang selama ini anda nikahi adalah laki-laki yang merubah
fisiknya menjadi wanita. Karena pada dewasa ini masyarakat banyak yang tertipu
dengan jenis kelamin seseorang yang di nikahinya seperti di beberapa daerah di
Indonesia yang baru menyadari bahwa orang yang dinikahinya bukanlah lawan
jenisnya.
Hadits
tentang larangan Menyukai Sesama Jenis :
حَدَّثَنَا
أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ الضَّحَّاكِ
بْنِ عُثْمَانَ عَنْ مَخْرَمَةَ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ كُرَيْبٍ عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ .قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا
يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلًا أَوْ امْرَأَةً فِي الدُّبُر
قَالَ
أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al
Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al Ahmar dari Adl Dlahak bin
‘Utsman dari Makhramah bin Sulaiman dari Kuraib dari Ibnu Abbas berkata;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah tidak akan melihat
seorang lelaki yang menyetubuhi lelaki lain (homoseksual) atau (menyetubuhi)
wanita dari duburnya. (HR. Tirmidzi no. 1086).
2. Seiman
(seagama)
a. Pernikahan
Antara Pria Muslim Dengan Wanita Non-Muslim
Didalam Islam, pernikahan antara antara pria muslim dengan wanita
non-muslim Ahli Kitab itu, menurut pendapat sebagian Ulama’ diperbolehkan. Hal
ini didasarkan pada Firman ALLAH SWT dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 yang
artinya
“(Dan dihalalkan menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan dan dari kalangan orang-orang yang beriman dan perempuan-perempuan
yang menjaga kehormatan dan dari kalangan Ahli Kitab sebelum kamu ”.
Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan
hal tersebut, yaitu :
·
Jelas Nasabnya
Menurut silsilah atau menurut garis keturunannya sejak nenek
moyangnya adalah Ahli Kitab, jadi seperti kesimpulan para Ulama’ di atas,
sebagian besar kaum Nasrani di Indonesia bukan merupakan golongan Ahli Kitab,
seperti halnya juga kaum Tionghoa yang beragama Nasrani di Indonesia.
·
Benar-benar Berpegang
Teguh Pada Kitab Taurat dan Kitab Injil
Apabila memang apabila mereka berpegang teguh kepada Kitab Taurat
dan atau Injil (yang benar-benar asli) pasti mereka pada akhirnya akan masuk
Islam, karena sebenarnya pada Kitab Taurat dan Injil yang asli telah disebutkan
bahwa akan datang seorang Nabi setelah Nabi Musa As dan Nabi Isa As, yaitu
Nabiullah Muhammad SAW. Dan apabila mereka mengimani akan adanya Nabiullah
Muhammad SAW, pasti mereka akan masuk Islam
·
Wanita Ahli Kitab
tersebut nantinya mampu menjaga anak-anaknya kelak dari bahaya fitnah
Ada beberapa Hadits Riwayat Umar bin Khattab, Usman bin Affan,
Sahabat Thalhah, Sahabat Hudzaifah, Sahabat Salman, Sahabat Jabir dan beberapa
Sahabat lainnya, semua memperbolehkan pria muslim menikahi wanita Ahli Kitab.
Sahabat Umar bin Khattab pernah berkata
“Pria Muslim diperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab dan
tidak diperbolehkan pria Ahli Kitab menikah dengan wanita muslimah”.
Bahkan Sahabat Hudzaifah dan Sahabat Thalhah pernah menikah dengan
wanita Ahli Kitab tetapi akhirnya wanita tersebut masuk Islam.Dengan demikian,
keputusan untuk memperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab sudah merupakan
Ijma’ (artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara
yang terjadi.) para Sahabat. Ulama’ besar Ibnu Al-Mundzir mengatakan bahwa jika
ada Ulama’ Salaf yang mengharamkan pernikahan tersebut diatas, maka riwayat
tersebut dinilai tidak Shahih
Demikian pula Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor:
4/MUNAS VII/MUI/8/2005 per-tanggal 9-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005
M tentang haramnya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab berdasarkan
pertimbangan kemaslahatan. Meskipun fatwa itu diusung dengan merujuk pada
beberapa dalil naqli, tetap saja menghapus kebolehan pria muslim menikah dengan
wanita Ahli Kitab sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Maidah ayat 5 tersebut
diatas. Dan rupanya fatwa itu dikeluarkan karena didorong oleh keinsafan akan
adanya persaingan antara agama. Para Ulama’ menganggap bahwa persaingan
tersebut telah mencapai titik rawan bagi kepentingan dan pertumbuhan masyarakat
muslim
Namun ada pula Ulama’ yang secara tegas mengharamkan pernikahan
antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab. Para Ulama’ ini mendasarkan
pendapatnya pada Firman ALLAH Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 221 yang berarti
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang muslim itu lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman .sesungguhnya
budak mukmin itu lebih baik daripada musyrik, walaupun mereka menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedangkan ALLAH mengajak ke surga dan ampunan dengan
ijinNYA. Dan ALLAH menerangkan ayat-ayatNYA (perintah-perintahNYA) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran”
Dan juga Al-Quran Surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang berarti
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.ALLAH
mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa
mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada
(suami-suami) mereka orang-orang kafir.Mereka tiada halal pula bagi mereka. Dan
berikanlah kepada (suami-suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan
tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya.
Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan
kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah
mereka meminta mahar yang telah mereka bayarkan. Demikianlah hukum ALLAH yang
ditetapkanNYA diantara kamu, dan ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Disamping itu, mereka juga berpegangan kepada perkataan Sahabat
Abdullah bin Umar yang berarti
“tiada kemusyrikan yang paling besar daripada wanita yang meyakini
Isa bin Maryam sebagai tuhannya”.
Dalam Kitab Al-Mughni juz 9 halaman 545 karya Imam Ibnu
Qudamah, Ibnu Abbas pernah menyatakan, hukum pernikahan dalam QS. Al-Baqarah
ayat 221 dan QS.Al-Mumtahanah ayat 10 diatas telah dihapus (mansukh) oleh
QS.Al-Maidah ayat 5. Karenanya yang berlaku adalah hukum dibolehkannya
pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab
Sedangkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrikah,
menurut kesepakatan para Ulama’ tetap diharamkan, apapun alasannya, karena
dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah
b. Pernikahan Antara Pria Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah
Pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non-muslim, menurut
kalangan Ulama’ tetap diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun
dengan seorang pria musyrik. Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah
dengan pria non-muslim tidak dapat menahan godaan yang akan datang kepadanya.
Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak permintaan sang suami yang
mungkin bertentangang dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak dapat menahan
godaan yang datang dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin
cenderung lebih dominan
Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita
muslimah dengan pria non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, yang
menyatakan bahwa ALLAH SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim
dengan wanita Ahli Kitab, tidak sebaliknya. Seandainya pernikahan ini
diperbolehkan, maka ALLAH SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al-Quran.
Karenanya , berdasarkan mahfum al-mukhalafah, secara implisit ALLAH SWT
melarang pernikahan tersebut.
Dalam Kitab tafsir Al-Tabati karya Imam Ibnu Jarir At-Tabari,
menuturkan Hadits Riwayat Jabir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah
bersabda
“Kami (kaum muslim) menikahi wanita Ahli Kitab, tetapi mereka (pria
Ahli Kitab) tidak boleh menikahi wanita kami”
Menurut Imam Ibnu Jarir At-Tabari, meskipun sanad-sanad Hadits
tersebut sedikit bermasalah, maknanya telah disepakati oleh kaum muslimin, maka
ke-hujjah-annya dapat dipertanggungjawabkan.
3. Tempat
dan waktu
in the right place at the right time!Urusan mencari
calon pasangan hidup bukanlah hal serampangan, "no care" ketemu
dimana, nyari dimana, dsb. Sebagai contoh, umumnya anak muda jaman sekarang
suka cara instan menggunakan media sosial, patokan simplenya: asal
cantik/ganteng, kaya, hobi sama langsung “OKE”.Begitupun "wherever"
mau di pub, diskotik, hotel/motel "ehe-ehe" tidak di pedulikan lagi!
Parahnya, "Ah, tenang aja sob gue kagak pake perasaan ama dia, happy fun
doang sumpah!" HATI-HATI!!! , "Witing tresno jalaran soko kulino
atawa cai karacak ninggang batu laun-laun legok."Artinya, batu tiap hari
ditimpa air setitik lambat laun hancur.Perasaan yang dibilang tidak suka
tapi dinikahi juga pada akhirnya akan tetap berpisah apapun alasannya.
B.
Hubungan dalam
perkawinan
Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan
juga marriage and relationship educator and coach, dia mengatakan
bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Hubungan dalam
pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya.Namun
perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok
dan tak memiliki patokan batas waktu yang pasti. Bisa jadi antara
pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat
menghadapi dan melalui tahapannya.Namun anda dan pasangan dapat saling
merasakannya.
Tahap pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan
pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu.Ini terjadi di saat bulan
madu pernikahan.Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan
bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini
pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa
pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang
salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan
perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain,
mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan
minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa
pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan
dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan
pasangannya.
Tahap ketiga : Knowledge
and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang
sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri
pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana
kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di
tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga
kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi
perkawinan.
Tahap keempat: Transformation.
Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati
pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi
pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang
menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi.
Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan
ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima: Real
Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan,
keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis
ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah
digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri
semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real
love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki
keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya
tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.Lebih lanjut Dawn menyarankan pula,
“Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda dan pasangan hanya karena merasa tak
sesuai atau sulit memahami pasangan.Anda hanya perlu sabar menjalani dan
mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan ini.Jadikanlah kelanggengan
pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah berharga bagi diri sendiri,
pasangan, dan juga anak.
C.
Penyesuaian dan
pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya.Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama.Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan.Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan.Dan perubahan yang terjadi dalam
sebuah perkawinan, sering tak sederhana.Perubahan yang terjadi dalam perkawinan
banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta
terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi
yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan
hangat.Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri,
selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik.Dalam kondisi perkawinan
seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada
dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup
perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan.Bila hanya mengharap pihak
pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak
yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan.Bahkan bisa
menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik
sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
D.
Perceraian dan pernikahan kembali
Jika seorang suami menceraikan istrinya dengan cerai satu
atau dua maka sang suami berhak untuk melakukan rujuk dengan istri, selama
masih masa iddah, baik istri ridha maupun
tidak ridha. Namun, jika talak tiga sudah jatuh maka suami tidak memiliki hak
untuk rujuk kepada istrinya, sampai sang istri dinikahi oleh lelaki lain. Allah
berfirman,
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ
لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
“Jika dia mentalak istrinya (talak tiga) maka tidak halal baginya
setelah itu, sampai dia menikah dengan lelaki yang lain ….” (Q.S.
Al-Baqarah:230)
Pernikahan wanita ini dengan lelaki kedua bisa menjadi
syarat agar bisa rujuk kepada suami pertama, dengan
syarat:
Pertama: Dalam pernikahan yang
dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara
sang wanita dengan suami kedua. Berdasarkan hadis dari Aisyah, bahwa ada
seorang sahabat yang bernama Rifa’ah, yang menikah dengan seorang wanita.Kemudian,
dia menceraikan istrinya sampai ketiga kalinya.Wanita ini, kemudian menikah
dengan lelaki lain, namun lelaki itu impoten dan kurang semangat dalam
melakukan hubungan badan.
Dia
pun melaporkan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dengan harapan bisa bercerai dan bisa kembali dengan Rifa’ah.Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu
ingin agar bisa kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh! Sampai kamu merasakan
madunya dan dia (suami kedua) merasakan madumu.” (H.R. Bukhari, Muslim,
An-Nasa’i, dan At-Turmudzi)
Yang
dimaksud “kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu” adalah
melakukan hubungan badan.
Kedua: Pernikahan ini dilakukan
secara alami,tanpa ada rekayasa dari mantan
suami maupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan semacam ini
disebut sebagai “nikah tahlil“; lelaki kedua yang
menikahi sang wanita, karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami
pertama disebut “muhallal lahu“. Hukum nikah tahlil
adalah haram, dan pernikahannya dianggap batal.
Ibnu
Qudamah mengatakan, “Nikah muhallil adalah
haram, batal, menurut pendapat umumnya ulama. Di antaranya: Hasan Al-Bashri,
Ibrahim An-Nakha’i, Qatadah, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, dan
Imam Asy-Syafi’i.” (Al-Mughni, 7:574)
Bahkan,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang menjadi muhallil dan muhallal lahu. Dari
Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (H.R. Abu
Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani).
Bahkan,
telah termasuk tindakan “merekayasa” ketika ada seorang lelaki yang menikahi
wanita yang dicerai dengan talak tiga, dengan niat untuk dicerai agar bisa
kembali kepada suami pertama, meskipun suami pertama tidak mengetahui.
Ini
berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar, bahwa ada seseorang datang kepada beliau
dan bertanya tentang seseorang yang menikahi seorang wanita.Kemudian, lelaki
tersebut menceraikan istrinya sebanyak tiga kali. Lalu, saudara lelaki tersebut
menikahi sang wanita, tanpa diketahui suami pertama, agar sang wanita bisa
kembali kepada saudaranya yang menjadi suami pertama. Apakah setelah dicerai
maka wanita ini halal bagi suami pertama?Ibnu Umar memberi jawaban, “Tidak
halal.Kecuali nikah karena cinta (bukan karena niat tahlil).Dahulu, kami menganggap perbuatan semacam ini
sebagai perbuatan zina di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”(H.R.
Hakim dan Al-Baihaqi; dinilai sahih oleh Al-Albani).
E.
Alternatif selain pernikahan
Nikah…Untuk satu kata ini, banyak
pandangan sekaligus komentar yang berkaitan dengannya. Bahkan sehari-hari pun,
sedikit atau banyak, tentu pembicaraan kita akan bersinggungan dengan hal yang
satu ini. Tak terlalu banyak beda, apakah di majelisnya para lelaki, pun di
majelisnya wanita. Sedikit diantara komentar yang bisa kita dengar dari suara-suara
di sekitar, diantaranya ada yang agak sinis, yang lain merasa keberatan, menyepelekan,
atau cuek-cuek saja.
Mereka
yang menyepelekan nikah, bilang "Apa tidak ada alternatif yang lain selain
nikah ?", atau "Apa untungnya nikah?".
Bagi
yang merasa berat pun berkomentar "Kalau sudah nikah, kita akan terikat
alias tidak bebas", semakna dengan itu "Nikah !Jelasnya bikin repot,
apalagi kalau sudah punya anak".
Yang lumayan banyak 'penggemarnya' adalah yang mengatakan "Saya pingin meniti karier terlebih dahulu, nikah bagi saya itu gampang kok".Terakhir, para orang tua pun turut memberi nasihat untuk anak-anaknya "Kamu nggak usah buru-buru menikah, cari duit dulu yang banyak".
Yang lumayan banyak 'penggemarnya' adalah yang mengatakan "Saya pingin meniti karier terlebih dahulu, nikah bagi saya itu gampang kok".Terakhir, para orang tua pun turut memberi nasihat untuk anak-anaknya "Kamu nggak usah buru-buru menikah, cari duit dulu yang banyak".
Ironisnya
bersamaan dengan banyak orang yang 'enggan' nikah, ternyata angka perzinaan
atau 'kecelakaan" semakin meninggi !Itu beberapa pandangan orang tentang
pernikahan.Tentu saja tidak semua orang berpandangan seperti itu. Sebagai
seorang muslim tentu kita akan berupaya menimbang segalanya sesuai dengan kaca
mata islam. Apa yang dikatakan baik oleh syariat kita, pastinya baik bagi kita.
Sebaliknya, bila islam bilang sesuatu itu jelek pasti jelek bagi kita. Karena
pembuat syariat, yaitu Allah adalah yang menciptakan kita, yang tentu saja
lebih tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagi kita.
Persoalan
yang mungkin muncul di tengah masyarakat kita sehingga timbul berbagai komentar
seperti di atas, tak lepas dari kesalahpahaman atau ketidaktahuan seseorang tentang
tujuan nikah itu sendiri.Nikah di dalam pandangan islam, memiliki kedudukan
yang begitu agung. Ia bahkan merupakan sunnah (ajaran) para nabi dan rasul,
seperti firman Allah :
"dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan" (QS Ar-ra'd : 38).
"dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan" (QS Ar-ra'd : 38).
Sedikit
memberikan gambaran kepada kita, nikah di dalam ajaran islam memiliki beberapa
tujuan yang mulia, diantaranya Nikah dimaksudkan untuk menjaga keturunan,
mempertahankan kelangsungan generasi manusia. Tak hanya untuk memperbanyak
generasi saja, namun tujuan dari adanya kelangsungan generasi tersebut adalah
tetap tegaknya generasi yang akan membela syariat Allah, meninggikan dienul
islam, memakmurkan alam dan memperbaiki bumi.
Memelihara
kehormatan diri, menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan, sekaligus
menjaga kesucian diri.Mewujudkan maksud pernikahan yang lain, seperti
menciptakan ketenangan, ketenteraman. Kita bisa menyaksikan begitu harmoninya
perpaduan antara kekuatan laki-laki dan kelembutan seorang wanita yang diikat
dengan tali pernikahan, sungguh merupakan perpaduan yang begitu sempurna.
Pernikahan
pun menjadi sebab kayanya seseorang, dan terangkatnya kemiskinannya.Nikah juga
mengangkat wanita dan pria dari cengkeraman fitnah kepada kehidupan yang hakiki
dan suci (terjaga).Diperoleh pula kesempurnaan pemenuhan kebutuhan biologis
dengan jalan yang disyariatkan oleh Allah.Sebuah pernikahan, mewujudkan
kesempurnaan kedua belah pihak dengan kekhususannya.Tumbuh dari sebuah
pernikahan adanya sebuah ikatan yang dibangun di atas perasaan cinta dan kasih
sayang.
"Dan
diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (QS Ar Ruum :
21).
Itulah
beberapa tujuan mulia yang dikehendaki oleh Islam.Tentu saja tak keluar dari
tujuan utama kehidupan yaitu beribadah kepada Allah.
SUMBER :
Comments
Post a Comment